Bahagia Itu Sederhana
Oleh
Indah Sari
Suatu kebahagiaan terbesar dalam
hidupku adalah bisa melihat bahagiamu, aku dan kamu tidak jauh berbeda hanya
saja takdir kita yang berbeda. Aku ditakdirkan menjadi anak orang kaya sedang
kau tidak, meskipun begitu belum menjadi jaminan jika hidupku penuh
kebahagiaan. Justru aku lebih bahagia hidup bersama dengan keluarga
sederhanamu. Namun aku tetap bersyukur atas pemberian sang ilahi, dan karena
kelebihanku itu aku bisa berbagi dengan sesama tak terkecuali dengan keluargamu.
Siska Wijaya adalah namaku, sedangkan Sintia Dewi adalah sahabat sekaligus guru
bagiku, kami bertemu tanpa sengaja ya dipertemukan oleh sebuah takdir. Pada saat
aku tiba-tiba jatuh pingsan dijalan Sintialah penolongku, semenjak saat itu aku
mulai dekat dengan Sintia dan keluarganya.
Kehidupan keluarga Sintia sangat
sederhana bahkan terkadang bisa dibilang kekurangan tetapi, ditengah kondisi
mereka yang seperti itu mereka tetap peduli dengan sesama dan tidak mau menutup
mata melihat orang lain yang kesusahan. Aku banyak belajar mengenai ketulusan
dan kepedulian dari keluarga Sintia, ibu Sintia berkata “ rejeki sudah ada yang
mengatur, maka jangan takut jika kamu akan kehabisan rezeki dan tidak ada
salahnya kita berbagi kepada sesama J”
itu adalah kata-kata yang tak akan pernah aku lupakan.
Semenjak saat itu aku memutuskan
untuk mendirikan sebuah yayasan untuk menampung anak-anak yatim, anak-anak jalanan dan anak-anak yang putus sekolah. Dalam
melakukan hal ini aku tidak sendirian karena aku dibantu oleh Sintia, dan kami juga dibantu oleh beberapa karyawan dalam
mengelola yayasan. Anak-anak tersebut kemudian kami sekolahkan dan kami biayai
semua keperluannya hingga mereka bisa hidup dengan mandiri. Aku dan Sintia bagai
sosok ibu bagi mereka dan rasanya sangat membahagiakan karena aku merasa
memiliki keluarga besar, ya karena aku adalah anak tunggal jadi rasanya berbeda
ketika aku dikelilingi oleh banyak banyak itu.
“Bunda,
aku sayang bunda!” ujar salah seorang anak asuhku
“Bunda juga sama kamu sayang!”
jawabku
“Kita
senang dan beruntung sekali karena kita memiliki dua bunda yang sangat
sayang pada kita! Benar tidak teman-teman?” ujar salah seorang
anak asuhku
“Iya
kami setuju!” jawab serentak anak-anak asuhku
Sungguh
aku dan Sintia sangat bahagia mendengar perkataan mereka, meskipun kami belum
menikah tetapi kami merasa sudah menikah dan memiliki banyak anak.
Membahagiakan itu pasti, melihat mereka tumbuh dari hari ke hari, kecerian dan
canda tawa mereka selalu mengiringi langkahku dan Sintia. Ternyata apa yang
pernah dikatakan oleh ibu Sintia itu benar bahwa rezeki itu sudah ada yang
mengatur, dan semua itu sudah terbukti. Semenjak aku dan Sintia mendirikan
yayasan semua bisnisku semakin berkembang dan semakin maju sehingga perusahaan
bisa menambah karyawan dan bisa membantu menciptakan lapangan pekerjaan. Dari
tahun ke tahun perusahaan yang aku jalankan semakin bertambah besar dan
menyerap banyak tenaga, dan aku menganggap bahwa itu semua adalah berkah dan
kuasa-Nya.
Jika
kita dengan tulus dan ikhlas membantu sesama maka suatu saat nanti pasti kita
akan mendapatkan hikmahnya, ingat! Bahwasannya didalam apa yang kita miliki
(harta) terdapat hak-hak mereka yang
membutuhkan. Oleh karena itu kita harus berbagi dengan apa yang kita punya. Rezeki itu sudah ada yang
mengatur dan tidak mungkin tertukar, mari kawan
berbagi karena berbagi itu indah.
Semarang, 25 April 2016
CERPEN INI MASUK DALAM ANTOLOGI CERPEN INDAHNYA BERBAGI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar